Penjelasan Kaidah Ketiga Al-Qowaidul Arbaah
BAB KEEMPAT: Kaidah ketiga
Imam dakwah Tauhid, Syaikhul Islam Muhammad At-Tamimi rahimahullah berkata :
القاعدة الثالثة
أنّ النبي ظهر على أُناسٍ متفرّقين في عباداتهم منهم مَن يعبُد الملائكة، ومنهم من يعبد الأنبياء والصالحين، ومنهم من يعبد الأحجار و الأشجار، ومنهم مَن يعبد الشمس والقمر، وقاتلهم رسول الله ولم يفرِّق بينهم، والدليل قوله تعالى: {وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ}[البقرة:193].
ودليل الشمس والقمر قوله تعالى: {وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ}[فصلت:37].
ودليل الملائكة قوله تعالى: {وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا}[آل عمران:80].
ودليل الأنبياء قوله تعالى: {وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ}[المائدة:116].
ودليل الصالحين قوله تعالى: {أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ}الآية[الإسراء:57].
ودليل الأحجار والأشجار قوله تعالى: {أَفَرَأَيْتُمْ اللَّاتَ وَالْعُزَّى(19)وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى}[النجم:19–20].
وحديث أبي واقدٍ الليثي قال: خرجنا مع النبي إلى حُنين ونحنُ حدثاء عهدٍ بكفر، وللمشركين سدرة يعكفون عندها وينوطون بها أسلحتهم يقال لها: ذات أنواط، فمررنا بسدرة فقلنا: يا رسول الله إجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط… الحديث
Terjemah Matan
Kaidah ketiga
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada ditengah-tengah manusia yang bermacam-macam bentuk peribadahan (dan sesembahan, pent.) mereka.
Di antara mereka ada yang menyembah para Malaikat, ada yang menyembah para Nabi dan orang-orang shalih, ada yang menyembah pepohonan dan bebatuan serta ada pula yang menyembah matahari dan bulan.
Namun mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau tidak membeda-bedakan di antara mereka. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
{وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ}
Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan Dien ini untuk Allah semata. [QS.Al-Baqarah: 193].
Dalil (penyembahan mereka kepada) matahari dan bulan adalah firman Allah Ta’ala,
{وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ}
Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan. [QS.Fushshilat: 37].
Dalil (penyembahan mereka kepada) para Malaikat adalah firman Allah Ta’ala,
{وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا}
Dan dia (Nabi Muhammad) tidak pernah memerintahkan kalian untuk menjadikan para Malaikat dan para Nabi sebagai sembahan-sembahan. [QS. Ali ‘Imran: 80].
Dalil (penyembahan mereka kepada) para Nabi adalah firman Allah Ta’ala,
{وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ}
Dan [ingatlah] ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang sesembahan selain Allah?”. ‘Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib. [QS.Al-Maidah: 116].
Dalil (penyembahan mereka kepada) orang-orang shalih adalah firman Allah Ta’ala,
{أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ}
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (dengan Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. [QS.Al-Israa`: 57].
Dalil (penyembahan mereka kepada) pepohonan dan bebatuan adalah firman Allah Ta’ala,
{أَفَرَأَيْتُمْ اللَّاتَ وَالْعُزَّى(19)وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى}
Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap al-lata dan al-‘uzza, dan manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? [QS.An-Najm: 19-20].
Dan hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata:
“Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju (perang) Hunain, dan ketika itu kami baru saja terbebas dari kekafiran (muallaf). Sementara itu, orang-orang musyrikin mempunyai sebuah pohon bidara yang mereka berdiam diri (dalam bentuk beribadah) di sisinya dan mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di situ (untuk cari berkah, pent.). Pohon itu dikenal dengan nama Dzatu Anwath (yang mempunyai tempat menggantung). Kami kemudian melalui pohon bidara itu, lalu kami mengatakan: “Wahai Rasulullah, pilihkanlah bagi kami pohon untuk menggantungkan senjata dalam rangka mencari berkah, sebagaimana mereka (musyrikin) mempunyai pohon tersebut….” sampai akhir hadits.
——————————————————————————–
Penjelasan
Kaidah ketiga: “Inti kesyirikan dalam masalah Uluhiyyah itu semuanya sama, namun sesembahan-sesembahan musyrikin berbeda-beda”.
Di dalam bab ini terdapat penetapan bahwa inti kesyirikan dalam masalah Uluhiyyah adalah memalingkan peribadatan kepada selain Allah. Oleh karena itu, ketika Allah Ta’ala menjelaskan tentang Tauhid, Dia berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya saja. [Al-Israa`: 23].
Hanya saja, bentuk peribadatan yang dipersembahkan kepada sesembahan selain Allah berbeda-beda.
Demikian pula, sesembahan-sesembahan kaum musyrikin itu juga beranekaragam macamnya, ada orang-orang sholeh, malaikat, bulan, matahari, pohon dan ada pula yang lainnya.
Dalam kaedah ini terdapat dua bagian besar, yaitu: muqoddimah dan natiijah (kesimpulan), berikut ini penjelasannya:
a. Muqoddimah
Gambaran keadaan musyrikin Arab,bahwa mereka menyembah sesembahan yang beranekaragam,dari mulai bulan,matahari,batu,pohon, sampai makhluk yang ta’at,yaitu : Malaikat,para Nabi dan Shalihin. Sesembahan-sesembahan mereka itu disebutkan dalam Al-Qur`an.
Selanjutnya, muncul sebuah pertanyaan: “Apakah di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, Allah menyebutkan bahwa barang siapa yang menyembah bulan,matahari,batu, dan pohon, maka perangilah, namun barang siapa yang menyembah Malaikat,para Nabi dan Shalihin,jangan diperangi?!”
Jawabannya : “Tidak, Allah tidak menyebutkan hal itu! “.
b. Natiijah (kesimpulan)
Karena tidak terdapat dalil yang membedakannya, berarti Allah menyamakan semua musyrikin, meski sesembahan mereka berbeda-beda.
Maka dari itu pantaslah jika yang pertama kali disebutkan dari ketujuh dalil dalam kaedah ketiga ini adalah dalil yang kesatu.
Dalil tersebut mengisyaratkan kepada kesimpulan di atas bahwa semua musyrikin statusnya sama, meski sesembahan mereka berbeda-beda.
Dengan disebutkannya kesimpulan kaedah ketiga ini pada dalil yang pertama, maka diharapkan pembaca langsung meyakini keyakinan yang benar terlebih dahulu secara global, baru kemudian pada dalil-dalil setelahnya, pembaca diharapkan memahami bahwa walaupun sesembahan-sesembahan kaum musyrikin berbeda-beda, namun semuanya sama-sama terlarang, karena semuanya adalah kesyirikan dalam peribadatan.
Dalam kaedah ketiga ini terdapat tujuh macam dalil, yaitu
1. Firman Allah Ta’ala
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan ketaatan ini menjadi milik Allah semuanya” (Al-Baqarah: 193).
Keterangan
- Firman Allah Ta’ala,
وَقَاتِلُوهُمْ
“Dan perangilah mereka”
Maksud “mereka” di sini adalah umum mencakup setiap orang musyrik, apapun sesembahan mereka, tanpa kecuali. - Fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah semua bentuk kesyirikan, tanpa kecuali. Jadi, makna ayat ini adalah perangilah kaum musyrikin, sehingga tidak terdapat kesyirikan dalam berbagai macam bentuknya, berupa syirik dalam bentuk penyembahan Nabi dan Wali, penyembahan pohon, penyembahan batu, penyembahan matahari maupun dalam bentuk penyembahan syirik selainnya.
- Ad-Diin yang dimaksud dalam ayat ini adalah seluruh bentuk ibadah. Jadi, makna ayat ini adalah seluruh bentuk ibadah, haruslah dipersembahkan kepada Allah saja, tidak boleh seseorang menyekutukan-Nya dengan selain-Nya di dalam peribadatan.
- Ayat ini menunjukkan kepada natiijah (kesimpulan) yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu semua orang musyri itu sama dan semua diperintahkan untuk diperangi.
2. Firman Allah Ta’ala:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan” (Fushshilat: 37).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara sesembahan kaum musyrikin adalah matahari dan bulan. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat ketika terbit dan terbenamnya matahari, dalam rangka mencegah terjadinya kesyirikan, karena di antara kaum musyrikin ada yang sujud kepada matahari pada dua waktu tersebut.
3. Firman Allah Ta’ala :
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
“Dan dia (Muhammad) tidak pernah memerintahkan kalian untuk menjadikan para Malaikat dan para Nabi sebagai sembahan-sembahan” (Ali ‘Imran: 80).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara sesembahan musyrikin adalah malaikat, mereka menyembah malaikat, berdoa kepadanya serta menjadikannya sebagai perantara antara diri mereka dengan Allah dalam menyampaikan hajat mereka.
Lalu diutuslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberantas kesyirikan mereka ini dan menjelaskan bahwa malaikat adalah sebatas makhluk yang tidak berhak disembah. Oleh karena itulah, dalam surat Saba`: 22-23, Allah jelaskan kelemahan malaikat, walaupun Allah menganugerahkan kepada malaikat kekuatan dan tubuh yang besar, namun mereka tetaplah makhluk lemah yang tidak berhak disembah.
4. Firman Allah Ta’ala :
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah.” ‘Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib” (Al-Maidah: 116).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara sesembahan kaum musyrikin adalah Nabi dan orang salih. Contohnya di antara mereka ada yang menyembah Nabi ‘Isa ‘alaihis salam dan Maryam, wanita yang salihah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala mencela orang-orang yang menjadikan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam dan Maryam sebagai sekutu Allah Ta’ala dan meyakini dengan keyakinan yang salah bahwa keduanya memiliki hak untuk disembah. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۚ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah adalah salah satu dari (sesembahan) yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain dari Tuhan Yang Esa (Allah). Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pastilah orang-orang yang kafir dari mereka, akan ditimpa siksaan yang pedih” (Al-Maa`idah: 73).
5. Firman Allah Ta’ala,
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ
“Orang-orang yang mereka sembah itu, mereka sendiri mencari jalan untuk mendekatkan diri hanya kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (dengan Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya” (Al-Israa`: 57).
Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa para Nabi, Malaikat, dan orang-orang salih yang disembah oleh orang-orang musyrik hanya menyembah Allah, mentauhidkan-Nya, dan tidak menyekutukan-Nya. Ibadah mereka dalam bentuk takut dan harap ditujukan kepada-Nya saja, tidak kepada selain-Nya, bahkan mereka melakukan ibadah yang paling bisa mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Para Nabi, Malaikat, dan orang-orang salih yang mereka sembah itu semua butuh kepada Allah, bagaimana mungkin memberi manfaat atau menolak bahaya? Maka mengapa kaum musyrikin menyembah orang-orang salih tersebut, padahal orang-orang salih itu sendiri menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya.
Kesimpulan:
Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa di antara sesembahan-sesembahan kaum musyrikin zaman dahulu adalah Para Nabi, Malaikat, dan orang-orang salih, dan hal ini dilarang dalam syariat karena merupakan bentuk kesyirikan dan penyembahan kepada selain Allah Ta’ala.
6. Dalil yang keenam adalah firman Allah Ta’ala dalam surat An-Najm: 19-20, namun untuk memperjelas, penyusun bawakan ketiga ayat berikutnya sampai ayat ke-23:
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَىٰ. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَىٰ. إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ ۖ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ
“Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap al lata dan al uzza. Dan yang lainnya, manah yang ketiga (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun (hujjah bagi apa yang kalian katakan bahwa tiga berhala itu adalah sesembahan). Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (An-Najm:19-23).
Penjelasan
Tiga nama yang disebutkan dalam ayat di atas adalah nama-nama berhala yang paling diagungkan oleh orang-orang musyrik, sehingga efek buruknya sangat dahsyat, oleh karena itulah dalam ayat ini langsung disebutkan nama-namanya.
- Adapun al-lata (dibaca dengan huruf “ت” satu) adalah batu yang dikeramatkan. Sedangkan jika al-latta (dibaca dengan huruf “ت” dua) adalah kuburan yang dikeramatkan.
- Dan al-uzza adalah pohon yang dikeramatkan.
- Adapun manah adalah patung (batu).
Perbuatan yang dilakukan oleh kaum musyrikin terhadap berhala-berhala tersebut adalah mengagungkan dan menyembahnya, dengan tujuan untuk mendapatkan berkah darinya atau dengan kata lain untuk mendapatkan manfaat atau agar tertolak dari bahaya.
Dan dalam ayat ini Allah nyatakan batilnya kesyirikan mereka itu dengan berfirman,
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ ۖ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun (hujjah bagi apa yang kalian katakan bahwa tiga berhala itu adalah sesembahan). Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (An-Najm: 23).
Dengan demikian, kelakuan orang-orang musyrik zaman sekarang yang ngalap berkah dengan kuburan orang-orang salih sama seperti orang-orang musyrik zaman dulu yang ngalap berkah dengan berhala al-latta, sedangkan kelakuan mereka ngalap berkah dengan pohon dan batu, maka seperti perbuatan orang-orang musyrik zaman dulu yang ngalap berkah dengan berhala al-uzza dan manah.
Kesimpulan:
- Ayat ini menunjukkan bahwa di antara kaum musyrikin dahulu, ada yang menyembah batu dan pohon, sebagaimana dikatakan penulis dalam matan.
- Dan dalam ayat ini Allah nyatakan batilnya perbuatan mereka mengagungkan dan menyembah berhala-berhala tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan berkah dari mereka, maka barangsiapa yang ngalap berkah dengan kuburan orang salih, pohon dan batu, dengan keyakinan bisa memberi manfaat atau menolak keburukan, berarti hukumnya syirik seperti kesyirikan kaum musyrikin dahulu, yaitu syirik akbar.
- Ngalap berkah kaum musyrikin zaman dahulu sama dengan zaman sekarang.
7. Dan hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata,
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ إِلَى حُنَيْنٍ -وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ-، ولِلْمُشْرِكِينَ سِدْرَةٌ يَعْكُفُونَ عِنْدَهَا، ويَنُوطُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ، قَالَ: فَمَرَرْنَا بِالسِّدْرَةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ, اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ: اللهُ أَكْبَرُ، إِنَّهَا السُّنَنُ، قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ﴾ [الأعراف: ١٣٨]، لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ.
Dari Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallahu’anhu, dia menceritakan, “Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju (perang) Hunain, dan ketika itu kami baru saja terbebas dari kekafiran (muallaf). Sementara itu, orang-orang musyrik mempunyai sebuah pohon bidara yang mereka berdiam diri (dalam bentuk beribadah) di sisinya dan mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di situ (untuk cari berkah, pent.). Pohon itu dikenal dengan nama Dzatu Anwath (yang mempunyai tempat menggantung). Kami kemudian melalui pohon bidara itu, lalu kami mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, pilihkanlah bagi kami pohon untuk menggantungkan senjata dalam rangka mencari berkah, sebagaimana mereka (musyrikin) mempunyai pohon yang seperti itu.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Allahu akbar! Ini adalah kebiasaan turun temurun! Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya (Allah), kalian telah mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Isra`il (kepada Nabi Musa ‘alaihis salam), ‘jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan.’ Dia (Nabi Musa ‘alaihis salam) berkata, ‘Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bertindak bodoh’ (QS. Al-A’raaf: 138). Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian’” (HR. Tirmidzi dan beliau mensahihkannya, disahihkan juga oleh Syaikh al-Albani).
Penjelasan:
- Hadits yang mulia ini adalah dalil yang menunujukkan bahwa kaum musyrikin zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada yang menyembah pohon, karena apa yang mereka lakukan terhadap pohon tersebut adalah bentuk-bentuk peribadatan, sebagaimana penjelasannya pada keterangan berikutnya.
- Yang diminta oleh sebagian muslimin yang baru masuk Islam adalah melakukan seperti perbuatan kaum musyrikin, berupa syirik akbar, karena terkumpul beberapa bentuk ibadah yang ditujukan kepada selain Allah, yaitu:
- Mereka (musyrikin) mengagungkan pohon bidara tersebut. Dan mengagungkan (Ta’zhim) itu ibadah.
- Mereka i’tikaf (berdiam diri dalam bentuk beribadah dan taqrrub), ini mengharuskan adanya ibadah harap, takut dan cinta.
- Tabarruk (mencari barakah/ kebaikan yang banyak dan terus menerus), yaitu menginginkan pindahnya berkah dari pohon tersebut ke pedang, agar lebih tajam dan membawa kebaikan pada pemegangnya. Contoh tabarruk yang merupakan syirik akbar adalah mengusap-usap kuburan, mengusap-usap masjid yang dikeramatkan, mengusap-usap petilasan, menaburkan debu ke kepala, mengosok-ngosokkan tubuh ke tanah yang dikeramatkan dengan keyakinan tempat tadi, atau ruh mayyit yang menitis di tempat tersebut bisa menjadi perantara dalam mendekatkan diri pelakunya kepada Allah sehingga terpenuhi hajatnya atau merasa lebih bisa terpenuhi dengan bertabarruk seperti itu.
Karena tiga perkara inilah, maka perbuatan mereka dihukumi syirik akbar.
- Sebagian kaum muslimin yang meminta hal itu tidaklah terjatuh ke dalam kekafiran, karena baru masuk Islam sehingga tidak tahu tentang hal itu, tidak menyengaja menyimpang, dan tidak melakukannya.
Fungsi kaedah ini :
- Seorang muslim mampu memahami bahwa fenomena yang dilakukan oleh sebagian orang zaman ini berupa penyembahan terhadap orang-orang salih, hakekatnya tidak ada bedanya dengan penyembahan kepada matahari, pohon, dan batu di zaman dulu, karena semuanya sama-sama perbuatan syirik.
- Sebagai bantahan terhadap keyakinan batil bahwa syirik itu sebatas hanya penyembahan patung saja dan bantahan pula terhadap keyakinan batil bahwa tidak sama antara menyembah Nabi, Wali, dan orang salih dengan menyembah patung.
Padahal Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membedakan antara keduanya.
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
[serialposts]🔍 Hadits Tentang Tawadhu, Sunnah Berqurban, Saya Muslim Tidak Merayakan Tahun Baru, Ilmu Waris Islam, Hukum Melaksanakan Salat Jumat
Artikel asli: https://muslim.or.id/27277-penjelasan-kaidah-ketiga-al-qowaidul-arbaah.html